BARABAI TEMPO DULU   

Kamis 27-09-2012

Kota Barabai tahun 1920 - 1921

Di jaman Kolonial Hindia Belanda BARABAI merupakan sebuah “Onderafdeeling” yaitu suatu wilayah administratif yang pemerintahan tertingginya dipegang oleh seorang “controleur” (bupati dari bangsa Belanda).

Menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178 “onderafdeeling Barabai” bernama “Onderafdeeling Batang Alai en Labooan Amas” yang termasuk kedalam wilayah “Afdeeling Kandangan”.

Dahulu kota Barabai sangatlah kecil, minim sarana dan prasarana publik, jalanan sangat sedikit tanpa penerangan dan lebarnya hanya 2 meter hingga 4 meter sedangkan jembatan kebanyakan terbuat dari kayu.

Hal ini dapat kita lihat pada peta yang dibuat pada tahun antara 1920-1921 yang dipublikasikan oleh “Koninglijk Instituut voor taal, land en volkenkunde” Leiden Belanda pada tahun 1924. 

TOKO GORDEN 313 melayani penjualan eceran dan partai juga menerima pesanan, pengukuran dan pemasangan. Alamat : Pusat Perbelanjaan Murakata Jalan Pasar Tiga No 174 Barabai Kalimantan Selatan e-mail : 313@luckymail.com

Keterangan : 

 Verharde weg = jalan beraspal                niet verharde weg = jalan tidak beraspal

_____________________________


Ada 3 buah gerobak sapi sedang melintas di jalanan, terlihat sang sais (tukang gerobak) juga ikut berjalan, hal ini karena di jaman kolonial Belanda ada larangan untuk menaiki gerobak sapi. Bagi yang melanggar akan terkena hukuman.

Foto ini dijepret pada sekitar tahun 1939 dengan mengambil lokasi di jalan Brigjen H. Hasan Basri (dahulu bernama jalan Dharma) tepatnya di depan Lorong Said Alwi.


“Bioscoop” (bioskop) “Juliana theater” tahun 1925 

Tertulis tahun pembuatannya “ANNO 1925” yang berarti tahun 1925

 

Tertulis di papan tulis : 

INI MALAM 18-6-1926

SPESIAL BESAR

"DJAGO dari ALASKA"

Foto ini dikudak (dijepret) pada hari Jum’at tanggal 18 Juni 1926 

______________________


Kunjungan controleur Gerard Louwrens Tichelman ke Mesjid Soengai Boeloeh (Sungai Buluh) sekitar tahun 1927

 

Jembatan Birayang ambruk akibat diterjang material hutan (“raba” dalam bahasa Banjar) yang hunyut saat terjadi banjir besar di Birayang sekitar tahun 1927. Hal ini membuat daerah diseberang Birayang terisolasi sehingga mengganggu roda perekomonian, untuk mengatasinya maka dibangunlah jembatan darurat. 


Pembangunan jembatan darurat Birayang

 

Pasar Birayang sekitar tahun 1939


Sebuah "waterput" (sumur) di salah satu sudut alun-alun di depan rumah controleur


 

Make a free website with Yola